Karena cinta kasih itu menular. Cahayanya hangat berpendar menjangkau jiwa yang dingin. Sudah banyak bukti kalau kasih sayang menular ke lingkungan terdekat. Kasih sayang itu menjangkit dan menulari individu-individu yang merasakan. Di sini saya akan bercerita tentang Bapak saya, laki-laki pertengahan umur beruban yang pada masa tuanya, mengejutkan saya dengan cerita. Sebagai orang Bali, dan dibesarkan di keluarga petani, Bapak saya selalu memiliki anjing. Entah untuk menjaga ladang, rumah atau sawah. Anjing-anjing Bali itu dengan kesetiannya akan mengerjakan tugas tanpa dilatih, tanpa diminta. Diberi makan seadanya, seperti nasi sisa makan keluarga. Sebagai orang Bali juga, Bapak saya sangat percaya dengan perhitungan turun-temurun dari leluhur, bahwa selalu ada hari baik untuk melakukan sesuatu (dan itu termasuk dalam mengambil anjing baru untuk dibawa ke rumah), perhitungan sifat anjing dari panjang badannya, dan karakter anjing dari ciri fisiknya. Sayapun, sudah sangat terbiasa dengan hal itu. Tumbuh bersama anjing membuat saya sangat dekat dengan mereka. Sampai pada akhirnya di satu kesempatan saat saya masih kecil sekali, saya membawa pulang seekor anak anjing. Saya menemukannya di got sebelah rumah, sendirian, kotor dan basah. Saya memungutnya dan membawanya pulang. Dia menggigil, saya mengambil baju tak terpakai di lemari dan mengeringkannya, lalu membungkusnya. Bapak marah. Meski hidup dengan anjing selama hidupnya, semua anjing yang datang harus berdasarkan keputusannya. Saya ngotot, bersama Bapak yang juga ngotot. Saya berhasil mencarikan rumah untuk si anjing kecil pada saat itu, dan semakin hari saya sering membawa anjing, kucing ke rumah, yang saya temukan di jalan. Bapak selalu marah dan kita berdua selalu bertengkar. Sampai pada akhirnya, saya bekerja di sebuah yayasan peduli hewan. Tanpa saya sadari, Bapak yang mendengar cerita saya tentang penyelamatan anjing, kucing, cerita-cerita sedih, dan bagaimana itu berakhir bahagia, membuatnya mulai melirik anjing dan kucing di jalanan. Satu hari, seekor anjing di yayasan itu perlu rumah. Tidak ada yang mau mengadopsinya, karena dia buta sebelah. Anjing betina dewasa, putih bersih, bernama Nyunyu. Saya ceritakan pada Bapak saya, dan dengan mengagetkan dia berkata, “Kasi Bapak saja.” Dan begitulah, Nyunyu diboyong ke sekolah tempat Bapak saya bekerja, dengan jaminan lahan luas, warga sekolah yang penyuka anjing, dan suplai makanan tak terbatas. Bapak saya menyambut Nyunyu dan langsung dibawa ke dalam sekolah. Saya terharu. Ikatan mereka terjalin, dan sangat dekat. Sampai pada akhirnya Bapak saya pindah tugas karena masa kerja sudah habis di sana, Bapak saya masih membawakan makanan untuk Nyunyu kapanpun dia sempat. Tahun baru kemarin, Bapak saya mendapat berita buruk. Nyunyu kabur dari sekolah, mungkin panik mendengar petasan. Bapak saya bertanya kepada semua orang, tapi tidak ada yang melihat. Beberapa orang mengatakan mereka melihat anjing mirip Nyunyu kebingungan di desa sebelah, kampung halaman Bapak saya. Tapi seberapa jauhpun mencari, tidak ketemu juga. Sampai sebulan, Bapak saya menyerah. Mungkin Nyunyu sudah dipelihara, pikirnya. Bapak saya hanya kuatir dia diusir karena dia buta di mata kiri. Bapak melanjutkan aktivitasnya seperti biasa, sempat beberapa kali pulang ke kampung halaman untuk upacara. Saat itu, Bapak saya bergegas pulang ke rumah setelah upacara di desanya, dan di sanalah Nyunyu, tidur di samping mobil Bapak saya! Nyunyu mendongak dan meloncat! Bapak saya kaget dan segera mencarikan makanan. Sayang dia diusir anjing-anjing sekitar. Bapak saya mencoba membawa Nyunyu ke dalam mobil, dia terlalu takut. Bapak saya mau mengembalikannya ke sekolah. Akhirnya, Bapak saya mencoba menggiring Nyunyu dengan mobilnya, dengan kecepatan kurang dari 20 km per jam. Terus berteriak-teriak dari dalam mobil memanggil Nyunyu, dan dia akhirnya mengikuti. Pelan tapi pasti, Nyunyu mengejar mobil Bapak, dengan harapan sampai di sekolah. Namun, banyak anjing yang menghadang, dan membuat Nyunyu memutar balik ketakutan. Bapak saya menghentikan mobilnya, balik mengikuti Nyunyu dan mengulang dari awal. Tapi anjing di jalan terlalu banyak. Nyunyu terlalu takut. Anjing-anjing di desa jago berkelahi, maka Nyunyu memilih untuk balik kanan dan menghindar. Bapak menghentikan mobilnya, turun, lalu menghampiri Nyunyu. Nyunyu menunggu. Dan akhirnya, dia memutuskan berjalan kaki di sebelah Nyunyu, dari desanya, ke sekolah. Dia berusaha melindungi Nyunyu dari anjing-anjing lain karena Nyunyu masuk teritori mereka. Mengingatkan saya saat kecil, ketika Bapak melindungi saya dari kodok-kodok yang saya takuti di belakang rumah. Nyunyu percaya sepenuhnya dan mengikuti Bapak saya sampai sekolah. Berjalan kaki tiga kilometer, demi seekor anjing. Bapak meninggalkan mobilnya berikut Ibu saya, di pinggir jalan sementara. Sampai di sekolah, Nyunyu terlihat senang, lari bolak-balik ke sekolah dan pada Bapak. Dia langsung makan, disambut penjaga sekolah dan dia berjanji menjaga Nyunyu lebih baik. Bapak saya diantar sampai ke mobilnya, dan dia mampir lagi di sekolah, memastikan Nyunyu tenang. Akhir yang bahagia, tapi yang lebih membahagiakan adalah bagaimana perbuatan baik kecil yang terus dilihat dan didengar orang-orang, bisa berdampak besar dalam hidup makhluk lain. Saya yang memungut anjing, dan menceritakan pengalaman-pengalaman saya kepada Bapak, menularinya melakukan hal sama, bahkan lebih berdedikasi daripada saya. Sedangkan Bapak, menjangkiti seluruh sekolah hingga Nyunyu hidup dengan cukup. Melihat Bapak mengambil sisa makanan di kantin untuk Nyunyu, kini para murid sengaja menyisakan sarapan atau makan siangnya untuk Nyunyu, melihat Bapak membelikan Nyunyu nasi di pasar, para penjaga warung di pasar menyiapkan nasi untuk dia dan anjing-anjing liar sekitar, melihat kesetiaan Nyunyu pada Bapak, mereka kembali ke rumah dan melakukan hal sama pada anjingnya. Kini di sekolah barunya, Bapak kembali mengadopsi anjing liar yang tinggal di sekolah. Dan dia sudah menjangkiti banyak orang dengan ikatan manusia-anjing yang luar biasa. Anjing itu mengikutinya kemanapun seperti asisten pribadi, memberi hadiah ke Bapak setiap hari (bunga, daun, atau permen di sesajen), melompat dan melolong tiap kali Bapak datang. Warga sekolah menghormati anjing itu, dan anjing-anjing sekitar dengan memberikan makan sisa mereka. Persis seperti apa yang sudah dilakukan bertahun-tahun lamanya. Mendidik tidak harus melulu mengoceh di depan umum, memisahkan antara yang baik dan buruk. Manusia pada dasarnya sudah memiliki kemampuan membedakan, namun lingkungan dan kebiasaan yang mengaburkannya. Mendidik dengan memberi contoh, tanpa mengatakan ajakan apapun, akan jauh lebih berarti. Mereka melihat, memahami kemudian mengikuti. Mereka melihat bukti, dan ingin merasakannya sendiri. Tidak diragukan lagi, cinta memang adalah kendaraan utama untuk kehidupan lebih baik bagi semua makhluk hidup. Agen perubahan sudah ada dimana-mana, dan mereka bisa datang dari setiap orang yang menginginkannya.
0 Comments
Leave a Reply. |
Categories |