Dia duduk manis. Memandang tuannya, yang sedang melambaikan serangkaian janur di depan matanya.
“Apakah itu mainan?” pikirnya. Tuannya meminta dia diam, dan dia menuruti, sabar. Si Tuan menaruh benang putih di atas kepalanya, menepuknya pelan. Dia juga mengikat benang lain di tangannya. Dia memandang tuannya memohon supaya dia boleh makan sesajen di depannya – setumpuk biscuit, roti manis dan pisang – yang sudah memelototinya balik dan sangat menggoda. Si tuan menyingkirkan dupa di atas sesajen itu, dan dia tahu itu tanda kalau dia sudah boleh memakannya sekarang. Dia langsung melahapnya sekali makan. Pemandangan ini sangat lazim dilihat di Bali hari Sabtu lalu. Sabtu lalu bukanlah hari Sabtu biasa untuk para binatang, Sabtu kemarin adalah hari perayaan mereka. Orang Bali memang selalu punya caranya sendiri untuk menghargai alam dan ini adalah salah satunya. Tumpek Kandang jatuh setiap hari Sabtu Kliwon Wuku Uye (perhitungan kalender Bali), yang merepresentasikan penghargaan kepada hewan yang sudah membantu dalam kehidupan sehari-hari. Sebelumnya ini hanya ditujukan pada ternak, namun sekarang hewan peliharaan pun mendapatkan upacara special di hari ini! Ada serangkaian upacara dan sesajen yang dibuat untuk para hewan sebagai symbol cinta dan penghormatan atas pertolongan mereka. Pada hari tersbeut, hewan akan mendapatkan sesajen seperti yang sering dilakukan di tempat-tempat suci. Sesajen ditujukan kepada Sang Hyang Pasupathi atau Rare Angon yang merupakan seorang gembala. Agama Hindu Bali mengajarkan harmonisasi hidup bersama hewan dan lingkungan, yang dikenal dengan Tri Hita Karana (hidup dengan lingkungan, Tuhan dan manusia). Hindu percaya ada Tuhan di setiap makhluk, untuk itu kita harus menghargai semua. “Hormati dan cintailah binatang itu karena mereka adalah kekuatan alam semesta” – Sarasamuscaya (manuskrip suci Hindu) Dengan begitu banyaknya cerita sedih soal hewan dan isu lingkungan yang memburuk di Bali belakangan, Tumpek Kandang seperti tamparan keras untuk kita orang Bali, mengingatkan kita untuk lebih menghargai hewan dan lingkungan. Sebuah pengingat untuk yang lain juga bahwa tradisi Bali tidak hanya tentang kekejaman terhadap hewan. Ada beberapa tradisi manis bersembunyi yang harus kita pertahankan dan rayakan. Saat aku melambaikan rangkaian janur di depannya, aku berdoa agar dia hidup panjang dan selalu sehat, melindungi kami sekeluarga. “Apakah dia bahagia?” pikirku. Aku minta dia duduk bersabar, dan dia selalu melakukannya dengan baik. Kutaruh benang putih di atas kepalanya, dan satu lagi di kakinya. Dia melihatku seakan bingung, tidak mengerti apa yang aku lakukan. Dia mengintip sesajen di depannya – setumpuk biscuit, roti manis dan pisang – menunggu aba-abaku agar dia bisa menghabiskannya. Aku mengangguk sambil menyingkirkan dupa dari sesajen; dan dia tahu itulah aba-abanya. Dia menghabiskannya dengan cepat. Aku tertawa, Aku tahu dia bahagia. Aku tahu dia dicintai. Video Credit: Putu Karmadita & GEDESANTO channel https://www.youtube.com/watch?v=5vQ41dt7TCQ&t=17s
0 Comments
Leave a Reply. |
Categories |